(Ditulis oleh Swita Anggraini, mahasiswi S1 Kebidanan Universitas Indonesia Maju)
Angka kematian ibu (AKI) masih menjadi masalah yang serius dan belum terselesaikan dengan tuntas di Indonesia. Pada tahun 2015 jumlah AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup dimana Indonesia menduduki peringkat ke–10 di dunia dan peringkat ke–2 di ASEAN.
Banyak faktor yang menjadi penyebab tingginya AKI di Indonesia antara lain adalah perdarahan yang menjadi penyebab paling banyak kematian ibu di Indonesia. Penyebab lainnya adalah hipertensi yang termasuk didalamnya adalah preeklampsia.
Preeklampsia dan Eklampsia adalah Komplikasi Kehamilan
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan dengan gejala khas hipertensi, edema dan protein urine. Sementara preeklamsia berat adalah komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan dengan ciri yang khas yaitu disertai dengan hipertensi ≥160/110 mmHg dan atau disertai dengan adanya protein urine positif 2 dan atau 3 dan lazim disertai dengan oedema pada kehamilan ≤20 minggu. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu apabila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, trombositopeni, edema paru, oliguria, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran).
Preeklampsia yang terjadi dapat berkembang menjadi komplikasi yang lebih parah. Komplikasi preeklampsia dapat terjadi pada ibu dari sistem organ yang terdampak seperti sistem saraf pusat, respirasi, ginjal, liver, koagulasi, dan plasenta selama masa kehamilan. Selain mengakibatkan morbiditas pada ibu, preeklampsia juga bisa menyebabkan morbiditas pada janin pada ibu yang menderita preeklampsia.
Dampak preeklampsia pada janin mengakibatkan terjadinya implantasi plasenta yang tidak sempurna sehingga aliran darah dari ibu ke janin kurang baik sehingga asupan nutrisi dan oksigen ke janin akan berkurang dan akan berpengaruh ke berat badan janin. Maka dari itu, komplikasi preeklampsia pada janin dapat menyebabkan dampak buruk pada bayi yang akan dilahirkan seperti asfiksia, berat bayi lahir rendah dan kematian perinatal. Penyebab preeklamsia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Hipotesis penting sebagai penyebab preeklamsia yaitu iskemia plasenta, tetapi hipotesis ini tidak bisa mengungkapkan semua yang terkait dengan penyakit.
Preeklampsia merupakan sindrom multisistemik, penyebabnya meliputi faktor genetik dan lingkungan. Kejadian preeklamsia pada ibu hamil berhubungan dengan beberapa faktor penting diantaranya umur, paritas, pengetahuan ibu, riwayat hipertensi, pemeriksaan ANC, pola makan, dan kualitas tidur. Pola makan selama kehamilan akan mempengaruhi kondisi ibu dan janinnya. Asupan gizi yang mengandung antioksidan tinggi, protein, dan kalsium pada ibu hamil dapat mencegah ibu hamil dari preeklampsia. Preeklampsia pada ibu hamil juga di pengaruhi oleh kurangnya asupan vitamin C, vitamin D, vitamin E, seleneum dan zink yang merupakan sumber antioksidan. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak dan bergaram juga sering dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah karena konsumsi lemak berlebih dapat memicu ateriosklerosis yang dapat membuat jantung akan bekerja lebih kuat dalam memompa darah. Sedangkan konsumsi garam berlebih dapat meningkatkan timbunan cairan dalam darah (diuretik) yang menyebabkan sirkulasi darah terganggu sehingga jantung akan bekerja lebih kuat dan akhirnya tekanan darah menjadi tinggi.
Pemeriksaan ANC dapat Deteksi Dini Gejala Preeklampsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan. Oleh karena itu melalui pemeriksaan ANC dapat melakukan deteksi dini pada ibu khususnya untuk mengurangi kejadian preeklamsia pada ibu hamil.
Penelitian menunjukkan ibu hamil yang tidak rutin melakukan pemeriksaan ANC mempunyai risiko 9,6 kali untuk mengalami preeklampsia dibanding dengan ibu hamil yang rutin ANC. Pada tingkat permulaan preeklampsia tidak memberikan gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan ANC. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melakukan tes proteinuri, mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda oedema. Setelah diketahui diagnosa dini, perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk ke dalam eklampsia.
Keren